Search

Jakarta – Ancaman Iran menutup Selat Hormuz berpotensi menjadi bumerang dan merugikan negara di Timur Tengah itu. Seperti diketahui, parlemen Iran sudah menyetujui penutupan Selat Hormuz usai Amerika Serikat (AS) menyerang sejumlah situs Nuklir Iran.
Langkah ini berisiko membuat Iran dijauhi oleh negara-negara tetangga dan mitra dagangnya. Meskipun, keputusan akhir untuk menutup jalur vital ini masih berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran.

Kemungkinan penutupan Selat Hormuz memicu kekhawatiran akan naiknya harga energi serta meningkatnya ketegangan geopolitik. Pemerintah AS pun meminta China membantu mencegah penutupan tersebut.

Dikutip dari CNBC, Selasa (24/6/2025), kemungkinan Iran menutup Selat Hormuz sebenarnya masih kecil. Vandana Hari, pendiri lembaga intelijen energi Vanda Insights berpendapat, Iran bisa dimusuhi negara-negara tetangga yang juga penghasil minyak dan berpotensi memicu konflik dengan mereka.

Tercatat Arab Saudi mengirim 5,5 juta barel per hari untuk minyak mentah dan produk minyak melalui jalur tersebut pada tahun 2024. Lalu Uni Emirate Arab sebanyak 1,9 juta barel per hari, Irak 3,2 juta barel per hari, Kuwait 1,3 juta barel per hari, dan Qatar 0,6 juta barel per hari.

Data dari Badan Informasi Energi AS menunjukkan bahwa Iran mengirimkan 1,5 juta barel minyak per hari melalui Selat Hormuz pada kuartal pertama tahun 2025.

Selain itu, penutupan Selat Hormuz juga dapat berdampak negatif terhadap pasar minyak Iran di Asia, terutama China, yang merupakan pembeli terbesar ekspor minyak Iran.

“Jadi sangat sedikit keuntungan yang bisa didapatkan, tetapi dampak negatifnya terhadap Iran sendiri justru besar,” kata Hari.

Pandangan ini juga didukung oleh Andrew Bishop, senior dan kepala riset kebijakan global di firma penasihat Signum Global Advisors. Menurutnya, Iran tidak akan memusuhi China.

Ia juga menambahkan gangguan terhadap pasokan minyak bisa membuat Iran menjadi target, baik terhadap produksi, infrastruktur ekspor minyak, maupun terhadap rezimnya sendiri.

“Terlebih lagi ketika tidak ada alasan untuk meragukan kesigapan AS dan Israel dalam bertindak,” sebut Andrew Bishop

Clayton Seigle, peneliti senior bidang Keamanan Energi dan Perubahan Iklim di Center for Strategic and International Studies, menyatakan bahwa China sangat bergantung pada aliran minyak dari kawasan Teluk, bukan hanya dari Iran.

“Oleh karena itu, kepentingan nasional China sangat mengarah pada stabilisasi situasi dan de-eskalasi yang memungkinkan aliran minyak dan gas tetap aman melalui selat tersebut,” ujar Seigle.

Joint Maritime Information Center atau Pusat Informasi Maritim Gabungan menyebut saat ini belum ada indikasi adanya ancaman terhadap pelayaran komersial yang melintasi selat tersebut,. Kapal-kapal yang terkait dengan AS berhasil melintas tanpa gangguan yang menjadi pertanda positif.

Sebagai informasi, Selat Hormuz adalah satu-satunya jalur laut dari Teluk Persia menuju laut lepas, dan sekitar 20% dari total pasokan minyak dunia melewati jalur ini. Badan Informasi Energi AS menyebutnya sebagai titik transit minyak paling penting di dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *